Kau, Aku dan Sebuah Titik

Senin, 09 Maret 2015

Aku hanya membuka catatan lama. Catatan dalam buku-buku yang tak berwujud, kedengaran horor, tapi ini bukan cerita mistik. Kau tau? cinta juga tak berwujud, tentu saja kau tahu. Ini sebuah kisah lama, tapi belum pernah sungguh-sungguh diakhiri. Karena itu aku menulisnya, mungkin suatu hari akan ada yang membacanya, dan tau bahwa dengan ini aku mengakhirinya. Agar bisa kunikmati malam dibawah cahaya yang berpendar bersama kekasih hidupku dan buah hatiku tanpa ingatan tentang masa lalu dengan rasa sakit. Aku ingin mensyukuri akhir dari masa lalu itu sebagai sebuah awal pertemuanku dengan kesungguhan cinta seorang pria yang dengannya aku melihat cinta yang berbeda.

Aku sudah menikah sekarang, dengan seorang pria yang menurutku punya pesona yang berbeda, hahaha tentu saja karena ia suamiku. Aku juga sudah memiliki  seorang putra yang tampan, amat lucu dan menggemaskan. Keduanya saat ini adalah sumber kebahagiaan dan cinta yang tidak terbatas. Memiliki keduanya adalah anugerah yang tak pernah kufikirkan sebelumnya, tak pernah ada rencana. Tentu ini rencana Tuhan yang maha hebat menghadirkan keduanya dihidupku. Aku bersyukur karena hidupku penuh kejutan, mereka dua diantara kejutan itu.

Dulu...
Aku tidak bisa mengumpamakannya dengan sesuatu. Terkadang ia hadir begitu jelas kemudian menghilang, hadir lagi dan kemudian hilang. Dia teman sekelas saat SMP dulu. Sejak lulus SMP kami melanjutkan sekolah ditempat yang berbeda. informasi terakhir yang kudengar dia kuliah di satu kota yang sama denganku, kemudian entahlah aku pun tak tahu bagaimana tentangnya.

16 Mei 2012
Aku jatuh cinta pada pria ini (kakak). ratusan hari bersamanya adalah bagian dari kenangan yang paling indah. hidupku sungguh nyata saat itu. Aku tidak bisa menggambarkan begitu istimewa dirinya. Ia lucu, terkadang manja, juga dewasa, ia segalanya. sudah kukatakan ia sungguh istimewa, aku tidak bisa menjelaskan. Aku bahkan tidak bisa membayangkan kata-kata apa yang mewakili dirinya. Tak bisa kutolak, aku sangat bahagia bersamanya. 16 Mei 2012 kami resmi pacaran, aku sedikit memberi kode yang terkesan agak mendesak, dan memang, aku inginkan itu. Mungkin itulah yang memisahkan kami pada akhirnya. Mungkin saja ia memang belum siap menjadikanku kekasihnya, tetapi aku mendesak, mungkin.
Sebelumnya aku sudah punya pacar (sebut saja dia A) yang sebenarnya tidak pernah kucintai, aku hanya melampiaskan perasaan sakit karena seorang pria tampan (si D) yang hanya memberiku harapan palsu, lain kali akan ku ceritakan tentangnya. Ah ya ampun begitu banyak yang harus kuceritakan. Aku berpacaran dengan si A tetapi aku tak pernah mengharapkannya, aku hanya menjalaninya dengan lurus saja. ya, aku harus bertanggung jawab dengan pilihanku.  Aku sudah menerimanya sebagai pacarku, walaupun aku tidak mencintainya aku tidak boleh memutuskannya karena alasan itu.
Aku sudah mengenal kakak sebelum aku berpacaran dengan A, aku langsung menyukai kakak sejak awal kami berkenalan. Aku merasa cocok dengannya, nyambung dan sangat menyenangkan. tapi rasa sukaku saat itu hanya sebatas merasa klik untuk bersahabat dengannya. semakin mengenalnya aku mulai merasa nyaman, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Aku tidak tahu kapan persisnya aku jatuh cinta padanya, yang aku tahu aku mencintainya.
Sementara aku dan A semakin banyak menemukan masalah, ia sama sekali tidak dewasa. seringkali saat bertengkar ia memaki dengan kata-kata kasar, sikapnya semakin membuatku jengah. Aku tidak bisa mengikuti cara berpikirnya. Gaya pacaran yang ia inginkan sangat jauh dari pikiranku, aku tak bisa untuk itu. Bagian terparah adalah aku begitu bodoh mau mengeluarkan banyak uang untuknya, yang notabene saat itu aku masih minta dari orang tuaku. Aaaah mengingat orang ini hanya merusak moodku. Aku hanya ingin menjelaskan bahwa alasanku memutuskan pria ini bukan karena kakak, tapi karena sikap A yang semakin jauh tak sejalan denganku. Aku sangat mencintai dan menghormati kakak, tentu saja aku tidak akan menjadikannya alasanku memutuskan si A. Kakak bukan orang ketiga.
Dua bulan setelah aku putus dari A aku dan kakak memutuskan berpacaran. Aku mencoba membuatnya cemburu, karena saat itu ada  seorang pria yang juga mendekatiku, yang sungguh-sungguh menginginkanku. Tentu saja aku bimbang saat itu, aku tak punya pacar, tapi dekat dengan kakak, seperti pacaran tapi tidak, tidak pacaran tapi seperti pacaran. Sulit untuk membuat seseorang itu (AF) menyerah. Jujur saja AF juga menyenangkan, tetapi kakaklah orang yang kuinginkan. Aku mengharapkan kakak lebih dari seorang pacar. Aku ingin menjadi hidupnya, bagian terpenting dari hidupnya. Mungkin aku berhasil membuatnya cemburu, atau tidak aku tak tahu, yang jelas malam itu ia katakan "Mau nggak jadi pacar kakak?", aku mengenangnya lagi saat ini, terima kasih :). Saat itu dan hari-hari berikutnya adalah hari-hari yang hebat. Kami pacaran seperti anak muda lainnya, saling perhatian, saling cemburu, bertengkar, marah-marah, saling membutuhkan, saling merindukan dan semuanya. Yang berbeda adalah, kami tak pernah bertemu, semua perhatian, cemburu, marah-marah dan segalanya hanya melalui handphone. Tapi jangan anggap itu biasa, cintaku luar biasa, aku tak pernah merasakan pacaran seindah saat itu. karena itu ia sangat penting. Kakak berada jauh di jogja saat itu dan aku ada di Pontianak. Sering aku berpikir untuk pergi kesana seorang diri, aku rela walau hanya satu jam saja menemuinya lalu pulang lagi. aku sungguh merasakan rindu yang hebat.

Kau, Aku dan Sebuah Titik

·

Aku hanya membuka catatan lama. Catatan dalam buku-buku yang tak berwujud, kedengaran horor, tapi ini bukan cerita mistik. Kau tau? cinta juga tak berwujud, tentu saja kau tahu. Ini sebuah kisah lama, tapi belum pernah sungguh-sungguh diakhiri. Karena itu aku menulisnya, mungkin suatu hari akan ada yang membacanya, dan tau bahwa dengan ini aku mengakhirinya. Agar bisa kunikmati malam dibawah cahaya yang berpendar bersama kekasih hidupku dan buah hatiku tanpa ingatan tentang masa lalu dengan rasa sakit. Aku ingin mensyukuri akhir dari masa lalu itu sebagai sebuah awal pertemuanku dengan kesungguhan cinta seorang pria yang dengannya aku melihat cinta yang berbeda.

Aku sudah menikah sekarang, dengan seorang pria yang menurutku punya pesona yang berbeda, hahaha tentu saja karena ia suamiku. Aku juga sudah memiliki  seorang putra yang tampan, amat lucu dan menggemaskan. Keduanya saat ini adalah sumber kebahagiaan dan cinta yang tidak terbatas. Memiliki keduanya adalah anugerah yang tak pernah kufikirkan sebelumnya, tak pernah ada rencana. Tentu ini rencana Tuhan yang maha hebat menghadirkan keduanya dihidupku. Aku bersyukur karena hidupku penuh kejutan, mereka dua diantara kejutan itu.

Dulu...
Aku tidak bisa mengumpamakannya dengan sesuatu. Terkadang ia hadir begitu jelas kemudian menghilang, hadir lagi dan kemudian hilang. Dia teman sekelas saat SMP dulu. Sejak lulus SMP kami melanjutkan sekolah ditempat yang berbeda. informasi terakhir yang kudengar dia kuliah di satu kota yang sama denganku, kemudian entahlah aku pun tak tahu bagaimana tentangnya.

16 Mei 2012
Aku jatuh cinta pada pria ini (kakak). ratusan hari bersamanya adalah bagian dari kenangan yang paling indah. hidupku sungguh nyata saat itu. Aku tidak bisa menggambarkan begitu istimewa dirinya. Ia lucu, terkadang manja, juga dewasa, ia segalanya. sudah kukatakan ia sungguh istimewa, aku tidak bisa menjelaskan. Aku bahkan tidak bisa membayangkan kata-kata apa yang mewakili dirinya. Tak bisa kutolak, aku sangat bahagia bersamanya. 16 Mei 2012 kami resmi pacaran, aku sedikit memberi kode yang terkesan agak mendesak, dan memang, aku inginkan itu. Mungkin itulah yang memisahkan kami pada akhirnya. Mungkin saja ia memang belum siap menjadikanku kekasihnya, tetapi aku mendesak, mungkin.
Sebelumnya aku sudah punya pacar (sebut saja dia A) yang sebenarnya tidak pernah kucintai, aku hanya melampiaskan perasaan sakit karena seorang pria tampan (si D) yang hanya memberiku harapan palsu, lain kali akan ku ceritakan tentangnya. Ah ya ampun begitu banyak yang harus kuceritakan. Aku berpacaran dengan si A tetapi aku tak pernah mengharapkannya, aku hanya menjalaninya dengan lurus saja. ya, aku harus bertanggung jawab dengan pilihanku.  Aku sudah menerimanya sebagai pacarku, walaupun aku tidak mencintainya aku tidak boleh memutuskannya karena alasan itu.
Aku sudah mengenal kakak sebelum aku berpacaran dengan A, aku langsung menyukai kakak sejak awal kami berkenalan. Aku merasa cocok dengannya, nyambung dan sangat menyenangkan. tapi rasa sukaku saat itu hanya sebatas merasa klik untuk bersahabat dengannya. semakin mengenalnya aku mulai merasa nyaman, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Aku tidak tahu kapan persisnya aku jatuh cinta padanya, yang aku tahu aku mencintainya.
Sementara aku dan A semakin banyak menemukan masalah, ia sama sekali tidak dewasa. seringkali saat bertengkar ia memaki dengan kata-kata kasar, sikapnya semakin membuatku jengah. Aku tidak bisa mengikuti cara berpikirnya. Gaya pacaran yang ia inginkan sangat jauh dari pikiranku, aku tak bisa untuk itu. Bagian terparah adalah aku begitu bodoh mau mengeluarkan banyak uang untuknya, yang notabene saat itu aku masih minta dari orang tuaku. Aaaah mengingat orang ini hanya merusak moodku. Aku hanya ingin menjelaskan bahwa alasanku memutuskan pria ini bukan karena kakak, tapi karena sikap A yang semakin jauh tak sejalan denganku. Aku sangat mencintai dan menghormati kakak, tentu saja aku tidak akan menjadikannya alasanku memutuskan si A. Kakak bukan orang ketiga.
Dua bulan setelah aku putus dari A aku dan kakak memutuskan berpacaran. Aku mencoba membuatnya cemburu, karena saat itu ada  seorang pria yang juga mendekatiku, yang sungguh-sungguh menginginkanku. Tentu saja aku bimbang saat itu, aku tak punya pacar, tapi dekat dengan kakak, seperti pacaran tapi tidak, tidak pacaran tapi seperti pacaran. Sulit untuk membuat seseorang itu (AF) menyerah. Jujur saja AF juga menyenangkan, tetapi kakaklah orang yang kuinginkan. Aku mengharapkan kakak lebih dari seorang pacar. Aku ingin menjadi hidupnya, bagian terpenting dari hidupnya. Mungkin aku berhasil membuatnya cemburu, atau tidak aku tak tahu, yang jelas malam itu ia katakan "Mau nggak jadi pacar kakak?", aku mengenangnya lagi saat ini, terima kasih :). Saat itu dan hari-hari berikutnya adalah hari-hari yang hebat. Kami pacaran seperti anak muda lainnya, saling perhatian, saling cemburu, bertengkar, marah-marah, saling membutuhkan, saling merindukan dan semuanya. Yang berbeda adalah, kami tak pernah bertemu, semua perhatian, cemburu, marah-marah dan segalanya hanya melalui handphone. Tapi jangan anggap itu biasa, cintaku luar biasa, aku tak pernah merasakan pacaran seindah saat itu. karena itu ia sangat penting. Kakak berada jauh di jogja saat itu dan aku ada di Pontianak. Sering aku berpikir untuk pergi kesana seorang diri, aku rela walau hanya satu jam saja menemuinya lalu pulang lagi. aku sungguh merasakan rindu yang hebat.

Senin, 09 Maret 2015

Kau, Aku dan Sebuah Titik


Aku hanya membuka catatan lama. Catatan dalam buku-buku yang tak berwujud, kedengaran horor, tapi ini bukan cerita mistik. Kau tau? cinta juga tak berwujud, tentu saja kau tahu. Ini sebuah kisah lama, tapi belum pernah sungguh-sungguh diakhiri. Karena itu aku menulisnya, mungkin suatu hari akan ada yang membacanya, dan tau bahwa dengan ini aku mengakhirinya. Agar bisa kunikmati malam dibawah cahaya yang berpendar bersama kekasih hidupku dan buah hatiku tanpa ingatan tentang masa lalu dengan rasa sakit. Aku ingin mensyukuri akhir dari masa lalu itu sebagai sebuah awal pertemuanku dengan kesungguhan cinta seorang pria yang dengannya aku melihat cinta yang berbeda.

Aku sudah menikah sekarang, dengan seorang pria yang menurutku punya pesona yang berbeda, hahaha tentu saja karena ia suamiku. Aku juga sudah memiliki  seorang putra yang tampan, amat lucu dan menggemaskan. Keduanya saat ini adalah sumber kebahagiaan dan cinta yang tidak terbatas. Memiliki keduanya adalah anugerah yang tak pernah kufikirkan sebelumnya, tak pernah ada rencana. Tentu ini rencana Tuhan yang maha hebat menghadirkan keduanya dihidupku. Aku bersyukur karena hidupku penuh kejutan, mereka dua diantara kejutan itu.

Dulu...
Aku tidak bisa mengumpamakannya dengan sesuatu. Terkadang ia hadir begitu jelas kemudian menghilang, hadir lagi dan kemudian hilang. Dia teman sekelas saat SMP dulu. Sejak lulus SMP kami melanjutkan sekolah ditempat yang berbeda. informasi terakhir yang kudengar dia kuliah di satu kota yang sama denganku, kemudian entahlah aku pun tak tahu bagaimana tentangnya.

16 Mei 2012
Aku jatuh cinta pada pria ini (kakak). ratusan hari bersamanya adalah bagian dari kenangan yang paling indah. hidupku sungguh nyata saat itu. Aku tidak bisa menggambarkan begitu istimewa dirinya. Ia lucu, terkadang manja, juga dewasa, ia segalanya. sudah kukatakan ia sungguh istimewa, aku tidak bisa menjelaskan. Aku bahkan tidak bisa membayangkan kata-kata apa yang mewakili dirinya. Tak bisa kutolak, aku sangat bahagia bersamanya. 16 Mei 2012 kami resmi pacaran, aku sedikit memberi kode yang terkesan agak mendesak, dan memang, aku inginkan itu. Mungkin itulah yang memisahkan kami pada akhirnya. Mungkin saja ia memang belum siap menjadikanku kekasihnya, tetapi aku mendesak, mungkin.
Sebelumnya aku sudah punya pacar (sebut saja dia A) yang sebenarnya tidak pernah kucintai, aku hanya melampiaskan perasaan sakit karena seorang pria tampan (si D) yang hanya memberiku harapan palsu, lain kali akan ku ceritakan tentangnya. Ah ya ampun begitu banyak yang harus kuceritakan. Aku berpacaran dengan si A tetapi aku tak pernah mengharapkannya, aku hanya menjalaninya dengan lurus saja. ya, aku harus bertanggung jawab dengan pilihanku.  Aku sudah menerimanya sebagai pacarku, walaupun aku tidak mencintainya aku tidak boleh memutuskannya karena alasan itu.
Aku sudah mengenal kakak sebelum aku berpacaran dengan A, aku langsung menyukai kakak sejak awal kami berkenalan. Aku merasa cocok dengannya, nyambung dan sangat menyenangkan. tapi rasa sukaku saat itu hanya sebatas merasa klik untuk bersahabat dengannya. semakin mengenalnya aku mulai merasa nyaman, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Aku tidak tahu kapan persisnya aku jatuh cinta padanya, yang aku tahu aku mencintainya.
Sementara aku dan A semakin banyak menemukan masalah, ia sama sekali tidak dewasa. seringkali saat bertengkar ia memaki dengan kata-kata kasar, sikapnya semakin membuatku jengah. Aku tidak bisa mengikuti cara berpikirnya. Gaya pacaran yang ia inginkan sangat jauh dari pikiranku, aku tak bisa untuk itu. Bagian terparah adalah aku begitu bodoh mau mengeluarkan banyak uang untuknya, yang notabene saat itu aku masih minta dari orang tuaku. Aaaah mengingat orang ini hanya merusak moodku. Aku hanya ingin menjelaskan bahwa alasanku memutuskan pria ini bukan karena kakak, tapi karena sikap A yang semakin jauh tak sejalan denganku. Aku sangat mencintai dan menghormati kakak, tentu saja aku tidak akan menjadikannya alasanku memutuskan si A. Kakak bukan orang ketiga.
Dua bulan setelah aku putus dari A aku dan kakak memutuskan berpacaran. Aku mencoba membuatnya cemburu, karena saat itu ada  seorang pria yang juga mendekatiku, yang sungguh-sungguh menginginkanku. Tentu saja aku bimbang saat itu, aku tak punya pacar, tapi dekat dengan kakak, seperti pacaran tapi tidak, tidak pacaran tapi seperti pacaran. Sulit untuk membuat seseorang itu (AF) menyerah. Jujur saja AF juga menyenangkan, tetapi kakaklah orang yang kuinginkan. Aku mengharapkan kakak lebih dari seorang pacar. Aku ingin menjadi hidupnya, bagian terpenting dari hidupnya. Mungkin aku berhasil membuatnya cemburu, atau tidak aku tak tahu, yang jelas malam itu ia katakan "Mau nggak jadi pacar kakak?", aku mengenangnya lagi saat ini, terima kasih :). Saat itu dan hari-hari berikutnya adalah hari-hari yang hebat. Kami pacaran seperti anak muda lainnya, saling perhatian, saling cemburu, bertengkar, marah-marah, saling membutuhkan, saling merindukan dan semuanya. Yang berbeda adalah, kami tak pernah bertemu, semua perhatian, cemburu, marah-marah dan segalanya hanya melalui handphone. Tapi jangan anggap itu biasa, cintaku luar biasa, aku tak pernah merasakan pacaran seindah saat itu. karena itu ia sangat penting. Kakak berada jauh di jogja saat itu dan aku ada di Pontianak. Sering aku berpikir untuk pergi kesana seorang diri, aku rela walau hanya satu jam saja menemuinya lalu pulang lagi. aku sungguh merasakan rindu yang hebat.